Jumat, 14 November 2014

Makam Agung Raja Bangkalan

Makan Agung masih kurang populer jika dibandingkan dengan makam Aermata di Arosbaya. Padahal, di Makam Agung inilah Raja Pragalba dan Raja Pratanu, kakek dan nenek Cakraningrat dimakamkan. Kini makan agung telah menjadi sebuah desa di Arosbaya, sementara arosbaya sendiri dahulu adalah nama  kerajaan yang didirikan oleh Panembahan Pragalba pada abad ke-16 yang kemudian diislamkan oleh anaknya yang bergelar Panembahan Lemah Duwur atau bernama Pangeran Pratanu.


Menurut informasi, Raja Pragalba baru masuk Islam ketika menjelang ajalnya, ia dituntut membaca syahadat oleh Raden Pratanu hingga akhirnya Raja Pragalba menganggukkan kepalanya dan mau membaca syahadat. Oleh karena itulah Raja Pragalba juga disebut Raja Ongguk (dalam bahasa Indonesia artinya mengangguk) dan Islam di Arosbaya disebut juga sebagai islam ongguk karena peristiwa yang terjadi pada Raja Pragalba itu.
Raja Arosbaya yang berkediaman di Plakaran kemudia dikebumikan di suaru komplek pemakaman yang letaknya di sebelah selatan Plakaran atau sekitar 65km jika ditempuh dari kota Bangkalan yang kemudian disebut dengan “Makam Agung”. Pada masa pemerintahan Lemah Duwur inilah, diperkirakan bahwa kerajaan Arosbaya-lah yang memperluas islam hamper diseluruh tanah Madura.
Dalam catatan Raffles (Raffles, 1817) dikatakan bahwa pada masa itu Lemah Duwur adalah raja yang memegang peranan penting. Bahkan Raffles menyatakan bahwa Lemah Duwur adalah raja paling penting di Jawa Timur. Pasalnya, karena Lemah Duwur dinilai telah berhasil mengembangkan kerajaan Arosbaya menjadi kerajaan yang berperan penting dalam pelayaran, niaga, dan politik di Madura dan Jawa. Pada tahun 1592, Lemah Duwur mangkat. Dia meninggal di Arosbaya dan dikebumikan di komplek Makam Agung. Setelah wafat kekuasaan Lemah Duwur diteruskan adiknya, Pangeran Tengah, yang tak lain ayah Cakraningrat I.
Arsitektur Hindu
Untuk memasuki komplek Makam Agung, makam pendiri kerajaan Madura Barat tersebut, harus melewati dua pintu gerbang berbahan batu padas kuning dari sebuah bukit Desa Buduran. Bentuk gerbangnya sangat sederhana, tanpa ukiran. Namun, pada gerbang kedua, yaitu gerbang untuk menuju makam Pragalba, Pratanu dan Raden Koro, ukiran di pintu gerbang sangat kental sekali nafas Hindunya. Meski saat meninggalnya dan dimakamkannya Pragalba dalam keadaan sudah Islam, namun arsitektur komplek pemakamannya di Makam Agung tetap berarsitektur Hindu.
Sisa kemegahan dan kekokohan komplek Makam Agung tersebut masih tampak, meski beberapa bagian pagar dan makam sudah rusak dimakan lumut dan usia. Batu padas kuning sudah berubah wama hijau kehitaman. Pohon tanjung yang berada di makam Pratanu, meski masih berdaun dan berbunga, batang pohonnya banyak yang keropos, menandakan tuanya usia pohon dengan bau bunga yang khas tersebut. Atmosfir di komplek pemakaman raja-raja Madura Barat tersebut memang berbeda. Nuansa mistik dan sakral sangat terasa. Tak mengherankan jika masih banyak masyarakat sekitar dan masyarakat di Madura melakukan ziarah di makam pendiri kerajaan Islam pertama di Madura Barat tersebut. Beberapa hal yang tetjadi di Makam Agung, masih dipercaya membawa pertanda akan adanya kejadian luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

D
M
a
m
u
s
u
K
y
o
R
s
u
g
a
B
a
d
I