asal
usul komplek pemakaman Aer Mata berasal dari kisah Pangeran Cakraningrat I
(Raden Praseno), yang memerintah Pulau Madura dalam kurun waktu sekitar tahun
1624-1648. Saat masa pemerintahan Cakraningrat I sendiri, Madura lebih banyak
dikendalikan dari Mataram. Pasalnya, saat itu, tenaga, pikiran, dan kepiawaian
Cakraningrat I juga dibutuhkan oleh Sultan Agung, selaku pimpinan Mataram.
"Melihat
keadaan yang seperti itu, membuat Syarifah Ambami sedih. Siang malam menangis,
meratapi dirinya yang ditinggal sang suami," ujar Slamet, yang juga
merupakan penulis buku Makam Aer Mata: Makam Kanjeng Ratoe Iboe Syarifah Ambami
1546-1569. Saat hatinya gelisah dan dirundung kesedihan, menurut Slamet,
akhirnya Syarifah Ambami sendiri memilih untuk menyendiri di tempat yang sepi
(bertapa). Dalam masa pertapaan tersebut, Syarifah memohon kepada Yang Maha
Kuasa, agar kelak tujuh turunannya dapat ditakdirkan menjadi penguasa
pemerintahan Pulau Madura.
Usai
bertapa dan berfirasa
t, jika yang diminta bakal terkabul, Syarifah pun memilih pulang ke Kabupaten Sampang. Selang beberapa tahun kemudian, Pangeran Cakraningrat I datang dari Mataram, bergegas pergi mencari Syarifah yang kemudian mendapat gelar Ratu Ibu. Saat bertemu dengan Cakraningrat I, perasaan Ratu Ibu berbunga-bunga, bahkan menceritakan kalau dirinya habis bertapa dan meminta agar tujuh turunannya menjadi pemimpin Madura. Mendengar cerita tersebut, Cakraningrat I sendiri bukan malah bangga, sebaliknya dia kecewa karena cuma berdoa tujuh turunan saja.
Pasca
mendengar cerita dari Ratu Ibu, akhirnya Cakraningrat I memutuskan untuk
kembali lagi ke Mataram. "Nah, mungkin merasa bersalah pada sang suami,
Ratu Ibu sedih, memilih kembali untuk bertapa di tempat yang sama," tegas
Slamet. Saat menjalani masa pertapaan, yang diyakini oleh warga sekitar
bertempat di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Ratu Ibu terlihat bersedih dan
terus menerus menangis. Bahkan, dalam cerita dari warga sekitar, air mata yang
keluar sampai membanjiri tempat pertapaan beliau. Itu terjadi hingga beliau
wafat dan dikebumikan di tempat pertapaannya.
Sampai
sekarang tempat pertapaan tersebut, menjadi situs bersejarah yang oleh warga
sekitar dinamakan Makam Aer Mata Ratu Ibu, terletak di Dusun/Desa Buduran,
Kecamatan Arosbaya, Bangkalan dan hingga kini makam itu masih ada dan banyak
para peziarah yang berkunjung ke makan ini untuk melihat dan mendoakan Syarifah
Ambami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar